Fungsi dan Manfaat Akal Manusia dalam Ajaran Islam

Fungsi dan Manfaat Akal Manusia dalam Ajaran Islam - Al Qur’an berulang-ulang menggerakkan dan mendorong perhatian manusia dengan bermacam cara, supaya manusia mempergunakan akalnya. Ada secara tegas, perintah mempergunakan akal dan ada pula berupa pertanyaan, mengapa seseorang tidak mempergunakan akalnya. Selanjutnya diterangkan pula, bahwa segala benda di langit dan di bumi menjadi bukti kebenaran tentang kekuasaan, kemurahan dan kebijaksanaan Tuhan, hanya oleh kaum yang mempergunakan akalnya. Disuruhnya manusia mengadakan perjalanan, supaya akal dan pikirannya tumbuh dan berkembang. Timbulnya perpecahan antara satu golongan sesamanya, disebutkan karena mereka tidak mempergunakan akalnya.

Dalam kehidupannya, manusia sering menghadapi berbagai masalah. Di mana masalah tersebut harus dipecahkan. Tanpa adanya pemikiran yang sehat dan jernih, manusia tidak akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Manusia mempunyai akal yang dibuat untuk berfikir untuk menyejahterakan kehidupannya. Akal sangat berfungsi dalam kehidupan ini, di antaranya sebagai khalifah Illahi yang mengatur hidup dan kehidupan di dunia.

Kesejahteraan manusia hanya akan terwujud bila dia mempergunakan akalnya
.

Menurut hemat kami, akal adalah suatu kekuatan yang tersembunyi yang dengannya segala sesuatu dapat diserap. Karena akal mempunyai fungsi membedakan sesuatu yang benar dan salah, bersih dan kotor, bermanfaat dan bermadharat, baik dan buruk. Dengan akal pula kita bisa merancang sebuah kurikulum-kurikulum baru dalam pendidikan. Dengan akal kita mengetahui sesuatu yang dapat mengangkat derajat dan sesuai dengan kehidupan serta mencapai apa yang diinginkan. Tanpa akal kita seperti hewan tidak berakal atau orang gila. Oleh karena itu, pandangan al-Qur’an terhadap akal ialah akal pada asalnya mempunyai fitrah yang baik yang mengakui keesaan Allah dan menjadi sumber kebaikan.

Islam memerintahkan agar dengan kemampuan akalnya manusia mengamati kelakuan alam, melalui observasi yang kritis dan sistematis akan terkumpul data penelitian empirik. Dari pernyataan ini, akal manusia akan bermanfaat penuh, untuk mengoptimalkan daya pikirnya. Karena Allah SWT. tidak menciptakan sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali ciptaan itu bermanfaat. Dengan demikian, bila manusia selalu berdzikir dan bertafakkur kepada Allah, maka akal manusia akan bermanfaat baginya. Akal adalah salah satu sarana untuk mengenal Allah. Fungsi akal adalah untuk berfikir dan merenung. Seseorang yang memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an akan menemukan banyak sekali ayat al-Qur’an yang menggugah akal untuk berfikir dan merenung, sehingga akan sampai pada hakekat kebenaran yang tidak diragukan lagi. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT QS. 16 / an-Nahl: 10.

Fungsi dan Manfaat Akal Manusia dalam Ajaran Islam
Akal Manusia


Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya ( menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembala ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesngguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang- bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda- tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya). (QS. An-Nahl: 10-12).

Kami hanya menemukan asbabun nuzul ayat satu, yaitu dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat, ‘ata amrullah....... (telah pasti datangnya Allah ...) (QS 16/An-Nahl:1), gelisahlah hati para sahabat rasulullah maka turunlah lanjutan ayat tersebut yaitu........ falaa tasta’jiluh........ (....... maka janganlah kamu meminta agar diserahkan datangnya......... ), sehingga merekapun merasa tentram kembali.

Dalam riwayat lain, dikemukakan ketika turun ayat, ‘ata amrullah.......... (telah pasti datangnya ketetapan Allah ...) (QS. 16/An- Nahl:1), para sahabat berdiri maka turunlah kelanjutan ayat tersebut falaa tasta’jiluh ........... (....maka janganlah kamu meminta agar disegerahkan datangnya ......... ).

Adapun munasabah ayat ini dengan ayat yang lalu menjelaskan tentang bukti-bukti kebesaran Allah dalam kehidupan alam semesta, bahwa alam itu merupakan satu kesatuan yang membuktikan kekuasaan Sang Pencipta.

Dalam tafsir al-Misbah ayat 10-13 adalah rincian argumentasi keesaan Allah SWT. sekaligus tentang aneka nikmat-Nya. Kalau ayat yang lalu berbicara tentang manusia dan binatang, maka di sini diuraikan tentang tumbuh-tumbuhan yang merupakan bahan pangan dan kebutuhan manusia dan binatang. Ayat 10 juga mengingatkan manusia dengan tujuan agar mereka mensyukuri Allah dan memanfaatkan dengan baik anugerah-Nya, yakni air hujan untuk dimanfaatkan bagi manusia. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagian yang lainnya menyuburkan tumbuh-tumbuhan.

Ayat 11 menjelaskan beberapa yang paling manfaat atau popular dalam masyarakat Arab tempat di mana turunnya al-Qur’an, dengan menyatakan bahwa Allah telah menumbuhkan tanaman-tanaman dengan air hujan; dari yang paling cepat layu sampai dengan yang paling panjang usianya dan paling banyak manfaatnya. Dia menumbuhkan zaitun, salah satu pohon yang panjang usianya, demikian juga kurma, yang dapat dimakan mentah atau matang, mudah dipetik dan sangat bergizi.73

Ayat 12 menguraikan tentang nikmat Allah yang bersumber dari langit, yaitu menundukkan malam sehingga dijadikannya gelap, agar kamu dapat beristirahat dan menundukkan siang, sehingga menjadi terang agar kamu dapat giat bekerja. Bahkan Allah telah menundukkan matahari yang dapat kamu manfaatkan kehangatan dan sinarnya, dan bulan agar kamu mengetahui jumlah tahun dan perhitungan, selanjutnya semua bintang- bintang ditundukkan untuk kemaslahatan kamu antara lain dengan melihat posisi bintang-bintang itu kamu mendapat petunjuk arah dalam kegelapan. Sesungguhnya semua itu terdapat tanda-tanda bagi manusia yang berakal yaitu yang mau memanfaatkkan akal yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Berdasarkan ayat 10-12 mengingatkan manusia untuk selalu berfikir dan memanfaatkan apa yang Allah berikan di alam ini untuk di manfaatkan sebaik mungkin, karena semua itu terdapat tanda bagi orang yang berakal. Adanya kesatuan langit dan bumi, pergeseran musim, berkaitannya kehidupan di dunia dengan turunnya hujan, sangkut paut hidup antar sesama manusia di bumi ini, dengan merenung atau berfikir atau menggunakan akal akan hal-hal tersebut maka akan sampai kepada kesadaran bahwa kita tidaklah berdiri sendiri di alam ini, melainkan bahwa semua ini ada penciptanya. Dengan demikian kita akan mengenal Allah melalui ciptaan-Nya. Dengan menggunakan akal pikirannya manusia tidak pernah berhenti meneliti alam semesta ini, manusia berhasil merubah wajah dunia dan struktur kehidupan di atasnya. Kalau manusia tidak menggunakan akalnya dengan baik, maka manusia akan tetap berada dalam keterbelakangan. Dunia tidak akan berubah seperti sekarang ini, andaikan manusia tidak mengaktifkan akal pikirannya. Manusia akan tetap statis, tinggal dalam kejemuhan, beku tanpa perubahan dan tanpa kemajuan.

Akal yang ada dalam diri manusia menurut ajaran Islam tidak boleh bergerak dan berjalan tanpa bimbingan, tanpa petunjuk. Petunjuk itu datangnya dari Allah berupa wahyu yang membetulkan akal dalam geraknya, kalau terjerumus ke lembah hitam. Dalam hal ini, akal berfungsi sebagai pengendali nafsu dan efisiensi dalam mencapai tujuan praktis seseorang.

Orang yang berakal akan memiliki kesanggupan untuk mengelola dirinya dengan baik, agar ia selalu terpelihara dari mengikuti hawa nafsu, berbuat sesuatu yang dapat memecahkan dan memberikan kemudahan bagi orang lain, dan sekaligus orang yang tajam perasaan batinnya untuk merasakan sesuatu di balik masalah yang dipikirkannya.76

Allah telah memuliakan anak adam dengan akal dan menjadikan akal sebagai syarat utama pembebanan syari’at kepada manusia. Manusia sebagai “insan kamil” (manusia sempurna), dalam arti berbeda dengan makhluk Allah lain yang tidak mempunyai akal, diperintahkan Allah untuk bertafakkur dan menghayati Firman-Nya, dan Allah memerintahkan umatnya untuk menggunakan akal mereka dengan berpikir bagaimana upaya membangun bumi dan memperbaikinya demi tercapainya tujuan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Firman Allah QS.3 / Ali-Imran: 190-191.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali-Imran: 190-191).

Asbabun Nuzul ayat 190 bahwa, Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang Quraish datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mu’jizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?” Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”. Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani: “Mu’jizat apa yang dibawa ‘Isa kepada kalian?” Mereka menjawab: “Ia menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak, dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi saw. dan berkata: “Hai Muhammad, coba berdo’alah engkau kepada Rabb-mu agar Gunung Shafa ini dijadikan emas”. Lalu Rasuluallah SAW. berdo’a. Maka turunlah surat Ali Imran ayat 190, sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akal.

Munasabah dari ayat 190, ayat ini merupakan penutup surah Ali Imran, ini antara lain terlihat pada uraian-uraiannya yang bersifat umum. Maka di sini Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti dikemukakan pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Ali Imran adalah membuktikan tentang Tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah SWT. sedangkan ayat 191, bahwa ayat ini dan ayat-ayat berikutnya menjelaskan sebagian dari ciri-ciri siapa yang dinamai ulul albab, yang disebut pada ayat yang lalu.

Pada ayat tersebut dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa orang yang berakal adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat Allah, dengan ucapan, dan atau hati dalam situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan tafakkur, memikirkan ciptaan Allah, yakni kejadian di alam semesta. Dengan melakukan dua hal tersebut ia sampai kepada hikmah yang berada di balik proses mengingat (tazakkur) dan berfikir (tafakkur), yaitu mengetahui, memahami, menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, Allah SWT.

Muhammad Abduh mengatakan bahwa dengan merenungkan penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam akan membawa manusia menyaksikan tentang ke-Esaan Allah, yaitu adanya aturan yang dibuat-Nya serta karunia dan berbagai manfaat yang terdapat di dalamnya. Hal ini memperlihatkan kepada fungsi akal sebagai alat untuk mengingat dan berfikir.

Melalui pemahaman yang dilakukan para mufassir terhadap ayat Allah QS Ali Imran ayat 190-191, akan dapat dijumpai peran dan fungsi akal secara lebih luas. Objek-objek yang dipikirkan akal dalam ayat tersebut adalah al-khalq yang berarti batasan dan ketentuan yang menunjukkan adanya keteraturan dan ketelitian, as-samawat, yaitu segala sesuatu yang ada di atas kita dan terlihat dengan mata kepala, al-Ardl, yaitu tempat di mana kehidupan berlangsung di atasnya, ikhtilaf al-lail wa nahar, artinya pergantian siang dan malam secara beraturan, al–ayah artinya dalil-dalil yang menunjukkan adanya Allah dan kekuasaannya.81

Semua itu menjadi objek atau sasaran di mana akal memikirkan dan mengingatnya. Tegasnya bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi serta keindahan ketentuan dan keistimewaan penciptaannya, serta adanya pergantian siang dan malam serta berjalannya waktu detik per-detik sepanjang tahun, yang pengaruhnya tampak pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan pengaruh panasnya matahari dan dinginnya malam, serta pengaruhnya pada binatang dan tumbuh-tumbuhan dan sebagainya adalah menunjukkan bukti kebesaran Allah dan kesempurnaan ilmu-ilmu Allah. Hal ini perlu dikaji manusia, melalui upaya inilah manusia dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup.

Dengan adanya potensi yang dimiliki oleh akal itu sendiri, yaitu selain berfungsi sebagai alat untuk mengingat, memahami, mengerti, juga menahan, mengikat dan mengendalikan hawa nafsu. Melalui proses memahami dan mengerti secara mendalam terhadap segala ciptaan Allah sebagaimana dikemukakan pada surat ali-Imran ayat 190-191, manusia selain akan menemukan berbagai temuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, juga akan membawa dirinya dekat dengan Allah. Dan melalui proses menahan, mengikat dan mengendalikan hawa nafsunya membawa manusia selalu berada di jalan yang benar, jauh dari kesesatan dan kebinasaan.

Manusia mempunyai sifat pelupa dan acuh. Disamping itu, dalam diri manusia terdapat hambatan-hambatan yang menyebabkan ia tidak mampu mempergunakan akalnya dengan baik. Sifat acuh tak acuh dan pelupa yang ada pada manusia itu menyebabkan ia terlena dalam impian. Lupa diri dan lalai tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan di dunia ini.84 Allah memberikan petunjuk pada manusia yang berupa untuk membangunkan manusia dari impiannya serta mengingatkan manusia itu akan arti eksistensi sebagai makhluk di dunia.

Sementara sejauh mana akal itu akan berfungsi ataupun tidak, ia bergantung terus kepada diri pemiliknya. Kalau manusia berusaha menggunakan akalnya dengan baik maka akalnya akan tajam, kalau ia menyimpan atau akal tersebut tidak digunakan untuk berfikir, maka akalnya akan lembab dan berkarat. Tajam atau tumpulnya akal ini bergantung kepada diri seseorang itu.85 Akal sama seperti pisau, kalau tuannya rajin mengasah,

maka dia akan tajam. Kalau ia hanya disimpan dalam sarung, maka pisau itu akan tumpul dan berkarat. Tidak mustahil lama kelamaan ia (patah) rusak. Untuk mengasah akal manusia memerlukan “batu” seperti untuk mengasahkan (menajamkan) parang atau pisau. Adapun batu untuk mengasah akal ialah isi seluruh alam ini.

Sebagai makhluk yang berakal kita hendaklah menghayati, memperhatikan, menyelidiki serta menggunakan seluruh isi alam ciptaan Allah ini dengan berpanduan kepada ilmu-ilmu-Nya untuk kita menajamkan akal kita. Dengan cara demikianlah akal kita akan tajam, dan dapat mengetahui rahasia-rahasia Allah swt. sesungguhnya akal begitu penting dan besar sekali peranannya kepada kita dalam usaha untuk mengenal diri dan ma’rifat kepada Allah swt. jika akal dapat dikendalikan dengan baik, maka bergunalah ia kepada kita. Jika tidak, maka sia-sialah Allah menganugerahkan akal kepada kita. Bila kita tidak dapat memanfaatkan akal yang berharga itu maka hidup kita tak ubahlah seperti makhluk lain yang memang tidak berakal.

Pemahaman di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akal di ciptakan Allah sebagai bekal manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia agar dapat menjadi hidup dalam jalur yang benar. Sebagaimana kita ketahui, betapapun hebatnya akal, Allah tetap memberi batasan-batasan terhadap akal. Berkaitan dengan keterbatasan akal manusia ini di maksudkan agar manusia tidak terlalu mendewakan atau melebih-lebihkan akal yang pada akhirnya hanya membawa manusia kepada kesombongan. Dengan akal manusia diharapkan mampu membangun kehidupan serta membaca ayat-ayat Allah yang melingkupi kehidupannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi M. Quraish Shihab dan Review Kekurangan dan Kelebihan Tafsir Al-Misbah

Panduan Shalat Ied Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad SAW